Friday, February 20, 2009

Menghadapi Krisis dengan Tegar

Persekutuan Doa Sektor IV
GKI Kutisari Indah
Selasa, 17 Februari 2009

Dilayani oleh: Pdt. Samuel Tjahjadi, S.Th.

Bacaan: 1 Samuel 30:1-14

Krisis. Dalam hidup setiap manusia, pastilah ada sebuah masa yang disebut olehnya sebagai krisis. Entah itu krisis ekonomi (seperti yang sedang mengglobal saat ini), krisis karier, krisis cinta, krisis perhatian, krisis moral, dan lain-lain. Lain jenis, lain pula bentuknya. Beragam dan berbeda tiap pribadi yang mengalami.

Rasul Paulus, seorang rasul yang berani dan kuat pun pernah mengalami krisis dalam hidupnya.
"... Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami." (2 Korintus 1:8). Demikian Paulus menuliskan betapa berat beban yang dia tanggungkan, hingga dia telah putus asa juga akan hidup.

Ada kalanya dalam menghadapi krisis, kita merasakan hal yang sama dengan yang dialami Rasul Paulus. Kita mengeluh. Kita meratap. Kita menangis. Kita lelah. Kita putus asa. Semuanya itu adalah hal yang wajar dan sangat manusiawi.

Daud, seorang raja yang sangat berkenan di hati Allah, pernah juga mengalami krisis. Daud melarikan diri dari kejaran Saul. Daud mencari perlindungan ke negeri orang Filistin. Di sana, Daud menemui Akhis, raja kota Gat (baca juga 1 Samuel 27-29). Dari pertemuan itu, Akhis memberikan kota Ziklag kepada Daud untuk dijadikan tempat tinggal bagi Daud dan keluarganya serta keenam ratus orang yang bersama Daud.

Selang beberapa waktu, Daud tampaknya hidup dengan aman dan sejahtera. Tampaknya Tuhan memberkati 'pelarian' Daud. Kemudian datanglah krisis. Kota Ziklag diserang. Dikalahkan dan dibakar habis. Daud menyaksikan pemandangan kota yang terbakar habis, keluarga yang sudah ditawan. "Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." (1 Samuel 30:4).

Dalam kondisi yang sesuai dengan harapan kita, kadang kita merasakan Tuhan memberkati kondisi kita itu. Padahal, belum tentu hal itu sesuai dengan perkenan Tuhan. Seringkali kita terjebak dengan persepsi seperti itu, baiklah kita lebih mawas diri, makin mendekatkan diri kepada Tuhan dan makin rindu hidup berkenan di hatiTuhan.

Daud bukan seorang manusia sempurna. Daud berulang kali melakukan kesalahan. Namun, Daud menjadi orang yang paling berkenan di hati Tuhan. "Dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya." (1 Samuel 30:6).

Orang-orang yang berjuang bersama Daud turut memusuhinya. Keluarga yang setia mendukungnya menjadi tawanan musuh. Daud sadar sepenuhnya, dia seorang diri. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya. Daud kembali kepada Tuhannya. Daud sadar pertolongan yang sejati berasal dari Tuhan. Daud menyadari kesalahannya. Mencari pertolongan kepada kekuatan manusia adalah tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

Daud kembali mencari kehendak Allah. "Kemudian bertanyalah Daud kepada Tuhan, katanya: "Haruskah aku mengejar gerombolan itu? Akan dapatkah mereka kususul?" Dan Ia berfirman kepadanya: "Kejarlah, sebab sesungguhnya, engkau akan dapat menyusul mereka dan melepaskan para tawanan."" (1 Samuel 30:8). Inilah hal yang berkenan di hati Tuhan. Mencari kehendak Allah.


Tiang Awan Tiang Api

Ku tak perlu kuatir terhadap apapun
TanganMu yang penuh kasih
Menopangku tanpa henti

Ku tak perlu takut tuk melangkah maju
HadiratMu yang berkuasa
Menjagaku senantiasa

Seperti tiang awan yang meneduhkan dari terik siang
Hatiku slalu tenang di dalam tanganMu Tuhan
Seperti tiang api yang menerangi dari gelap malam
Kau menjagai hidupku dengan kebaikanMu

No comments: