Tulisan berikut ini special requested dari Meikel. Dia minta aku tulisin tentang perenungannya tentang JEMPOL (ibu jari). Hahahaha. Termasuk judul posting ini Meikel yang suru hihihi.
Hari itu hari Rabu, 24 Desember 2008. Sehari sebelum Hari Natal. Kita rencana berangkat ke Batu-Malang hari ini. Sebelumnya beli tiket Surabaya-Semarang pp di Stasiun Pasar Turi. Setelah semua urusan di rumah beres, semua saluran listrik yang bisa membahayakan rumah diamankan, kita berangkat. Juga engga lupa membereskan urusan hewan-hewan peliharaan yang dititipkan di rumah koko juga beres. Kesejahteraan mereka sudah terjamin, maka Meikel bisa mudik dengan hati tenang :)
Setelah selesai beli tiket, kita berangkat ke Batu. Sepanjang perjalanan, selalu ada aja hal-hal yang diomongin. Mulai dari ngomongin kegiatan sehari-hari, update kabar temen2, sodara2, cerita-cerita filem, nostalgia jaman dulu, ngerasani pengguna jalan yang ugal-ugalan... cuaca... kondisi pemerintahan... (lama-lama jadi kayak berita yaa... hihihi) Nah, kali ini salah satu topik yang dibicarakan tentang jempol Meikel. Dan berhubung Meikel barusan selesai baca Christmas Book yang dibagikan awal Desember di GKI Kutisari, Meikel jadi kepengen dibuatin tulisan tentang jempolnya.
Gini ceritanya, waktu itu Meikel dengan bersemangat ngebersihin kamar mandi (yang emang jadi bagian pekerjaan rumah tangganya). Semua dinding disikat. Buat temen2 yang udah pernah masuk ke kamar mandi di rumahku mesti masih inget: ada paku yang mencuat yang dijadikan cantolan (bahasa indonesianya apa ya?) shower kecil. Nah, saking semangatnya, jempol Meikel ketanggok (ini apa pula bahasa indonesianya?) -terbentur dengan keras- paku tadi. Enggak berdarah, tapi jadi senut2 n membiru. Yang jadi perenungan Meikel, jempol kanannya sekarang jadi kurang bisa berfungsi dengan maksimal. Akhirnya, serentetan kegiatan yang biasa bisa dilakukan dengan mudah, sekarang menjadi sulit dan butuh perjuangan ekstra.
Ngancingin baju, musti pake jempol kiri. Megang sendok jadi kurang mantep. Nulis, pegang alat tulis jadi gemeteran. Ternyata, sebuah jempol kalau tidak berfungsi dengan baek cukup membuat empunyanya kesulitan.
Sebuah hal kecil yang seringkali tidak dirasakan manfaatnya, namun bila tiba saatnya hal kecil itu rusak, cacat atau hilang maka kehadirannya sangatlah dinantikan. Jempol Meikel sekarang sudah tidak sakit lagi, tapi masih ada segumpal warna biru kehitaman di kukunya.
Ini tentang jempol yang bisa kembali. Ini tentang hal kecil yang sering tidak kita sadari kehadirannya. Bisa jadi kehadiran seseorang di dalam hidup kita terasa begitu 'kecil' dan sering kita lupakan. Namun bila seseorang itu tidak hadir, maka kita akan merasa kehilangan, merasa ada yang kurang, merasa tidak lengkap. Maka, sebelum seseorang itu 'pergi' marilah kita mensyukuri kehadirannya, kita menyampaikan hal-hal yang sudah semestinya kita sampaikan.
Senyumlah kepadanya. Teleponlah selagi pulsa mencukupi. Tertawalah bersamanya. Bacakanlah dia sebuah buku. Berbagilah waktu dengannya. Dengarkanlah keluh kesahnya. Dukunglah keputusan-keputusannya. Doronglah semangatnya.
Selamat memandangi jempol!
Selamat Natal dan Tahun Baru!
Saturday, December 27, 2008
Jempol
Tuesday, December 23, 2008
Natal 2008
Tahun ini Natal kedua yang kulalui bareng hubby. Tahun lalu 5 hari setelah merid, sekarang 1 tahun lebih 5 hari setelah merid. Hahaha.
Pesan Natal tahun ini, "Mengapa Yesus Turun dari Surga?" tema Persekutuan Doa Pemuda Dewasa yang engga aku hadiri :( karena hari itu badan masih belum seberapa sehat dari sakit flu. Benernya juga udah sejak bulan Oktober 2008 aku disuruh dokter buat engga terlalu banyak melakukan aktifitas fisik. Ndak boleh kecapean (harap jangan menyimpulkan apa-apa, para pembaca...). Maka sejak itu pula kegiatan2 -terutama rapat di gereja- dikurangi -bahkan ditinggalkan! Dikasi obat, bolak-balek ke dokter, dikasi macem2 masukan dari sana dan sini, disupport doa dari handai taulan (hihihih) dan ceritanya masih belum selesai. Kondisiku sekarang masih dalam pemantauan dan tetep engga boleh kecapean -ntar kalo udah ada kepastian, ntar aku cerita full versionnya. Dan sementara itu, TOLONG jangan menyimpulkan, berprasangka hal-hal yang engga aku sebutin di sini :p huehehe. Yang jelas, kondisiku sekarang ini sudah mengalami BANYAK kemajuan dari bulan Oktober yang lalu itu. Semoga saja semakin hari semakin baik. Puji Tuhan!
Kembali ke topik Natal tahun ini. "Mengapa Yesus Turun dari Surga?" Pertanyaan ini singkat tapi cukup mengajak kita untuk merenungkan jawabannya secara mendalam.
Meninggalkan 'kemewahan' dan 'kenyamanan' surga. Pencipta alam semesta berada dalam kandungan seorang perawan. Seorang gadis yang belum pernah memiliki anak. Seorang yang belum cukup pengalaman untuk mengandung. Resiko yang besar dihadapi. Dari sosok yang penuh kuasa, menjadi diri yang bergantung penuh kepada ibu yang mengandungNya. Kerendahan hati yang luar biasa. Sebelum lahir sudah ditolak sana sini. Tidak ada penginapan yang mau menerima Dia dan keluargaNya. Tampaknya keluargaNya bukan keluarga yang berpenampilan mewah dan kaya. Tidak diterima. Akhirnya mendapat tempat di sebuah kandang yang -tentunya tidak bersih. Dan aromanya tentu bercampur dengan bau yang melekat pada diri para penghuni kandang. Domba? Kambing? Sapi? Kuda? Tentunya penghuni kandang makan dan minum di situ. Demikian pula saat mereka selesai memetabolisme makanan dan minuman mereka. Mereka mengeluarkan sisa-sisanya di sana pula. Di kandang. Bayangkan betapa menyengatnya bau kandang itu!
Setelah lahir, menjadi bertumbuh dan menunaikan tugas yang Allah Bapa sudah persiapkan. Penyelesaian tugas yang engga gampang juga. Jalan salib musti ditempuh. Yang sampai sekarang masih jadi pertanyaan buatku, "Kenapa musti jalan sengsara itu yang Yesus tempuh? Tidak adakah jalan laen yang lebih 'mudah' untuk dilewati?"
Yesus sudah memberikan teladan untuk kita. Dia lebih dulu meninggalkan kemewahan Surga untuk memulai karya penyelamatan untuk kita -manusia berdosa. Dia dengan rendah hati menjadi manusia. Dia menggantikan menanggung dosa kita. Ada ketulusan di sana. Ada kesetiaan di sana. Ada ketaatan di sana.
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8)
Kalau menengok beberapa waktu terakhir ini, aku banyak mengalami kemunduran yang sangat signifikan dalam hal pertumbuhan rohani. Sudah ndak pernah penggalian alkitab, meninggalkan komitmen baca satu fatsal satu hari (tiap malem) -sorry, temen2 sie pemuda dewasa, pernah beberapa hari engga saat teduh pagi. Ooops! (ini pengakuan dosa, ceritane) Trus... (masih ada lagi) 2 hari Minggu engga kebaktian. Yah, heran juga kenapa kok sampe kayak gitu. Tapi jujur, perasaan jadi engga karuan. Jadi ngerasa ada sesuatu yang salah. Apa gara2 sakit ya? Jadi punya segudang alesan buat engga saat teduh... males baca (sakit kepala, badan sakit, perut senut2)... dan dasarnya emang lagi pengangguran (engga boleh cape2) jadi makin menjadilah... 'hawa' pemalas makin menggila tak terkendali. Weleh! Parah to?
Dan kondisi ini rasanya juga bisa 'terbaca' di blog ini. Posting nya udah sekian lama engga diupdate. Blog gkikutisari pun terbengkalai engga pernah aku sumbang ringkasan kotbahnya. Hahaha. Maap teman2.
Kesimpulan dari refleksi Natal tahun ini, ketaatan dan kesetiaan sampai mati yang Yesus tunjukin rasanya masih terlalu tinggi tingkatnya jika dibandingkan dengan keadaanku yang sekarang ini. Yah, memohon ampun dan meminta kekuatan dari Tuhan saja yang kurasa bisa memulihkan keadaanku ini.
Monday, December 22, 2008
Hari Ibu
"How much do you love your mom?"
Gara-gara sering liat tivi akhir2 ini (pengangguran berat: disuru banyak istirahat), maka nuansa Hari Ibu kerasa banget di acara-acara tivi. Bertebaran di berbagai program. Sampe Spongebob pun yang ditayangin episode yang berkaitan dengan Ibu. Hahaha.
Nginget-nginget jaman pas masih kecil dulu... jaman rumah masih berlantai kayu... bertangga batu... bertelepon puter (telepon jaman dulu itu lhooo... ada kabelnya mlungker-mlungker n kalo mau 'mencet' nomer telepon engga bisa, tapi musti diputer). Telepon di rumah warnanya kuning. Diletakkan di tempat yang agak tinggi, jadi buat anak umur 3-5 tahun (apalagi aku) yang belum cukup tinggi, engga bakalan nyampe kalo engga manjat kursi.
Nah, dulu aku yang kecil dan tukang ngadu, sering banget telepon Mama. Mama yang lagi sibuk jaga toko, ngadepin pelanggan, mbuat nota, ngecek barang, telepon gudang pesen barang, sering banget aku gangguin. Hahaha. Dikit-dikit aku telepon Mama. Kalo kucing di rumah ndak pulang-pulang, aku telepon Mama. Kalo aku dijailin sama Kokoku... aku telepon Mama. Kalo aku nyari mainan engga nemu, aku telepon Mama. Singkatnya, kadang untuk hal yang sepele banget aku telepon Mama. Dan sepanjang ingatanku, semua teleponku pasti diladeni Mama.
Tiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, Mama mbanguni aku... dah dibanguni, dipanggil2... tetep ngga bangun... sampe kudu diseret dari tempat tidur baru bangun... (padahal malemnya engga mau tidur-tidur, minta dibacain buku cerita -Mama paling jago disuru cerita/bacain buku cerita) Mama juga siapin susu coklat (kalo engga coklat, engga doyan), telur rebus setengah matang... bayangin ribetnya kayak apa. Belum ditambah lagi musti siapin bekal buat aku bawa n makan di sekolah. Setelah aku berangkat ke sekolah (dianter Papa), Mama siap-siap buat berangkat ke toko. Nah, kalo aku udah pulang sekolah, ketemu dengan koko, terjadi perkelahian, maka mulailah aku telepon Mama. Hahahaha.
Kalo diinget2 aku ini bener2 anak nakal ya. Pas sudah belajar nulis, Mama juga yang mulai ngajarin di rumah. Disuru nulis pelan-pelan supaya rapi. Tapi tetep aja engga rapi. Hahaha. Terus kalo belajar seringnya malah nanya macem2. Hal-hal yang ndak perlu ditanyain. Heran, Mama kok isa sabar ya...
Menjelang usia SD tingkat akhir, sementara temen2 semuanya mulai gemuk, aku sendiri yang tetep kerimping, Mama mulai bingung. Berusaha cari cara supaya aku gemuk -alias bertumbuh. Dikasi minyak ikan. Dikasi vitamin. Dikasi susu. Porsi telur rebus ditambah. Dan akhirnya bertumbuhlah aku. Hehehehe. Sehat dan besar. Thanks to Mama.
Jadi, wajar kalo aku jawab pertanyaan di atas, "I love my Mom soooooo muuuch!"