Friday, January 23, 2009

Judge Bao

Tema Persekutuan Doa Pemuda Dewasa kali ini emang cukup 'ajaib' dan mbuat sebagian besar kening orang berkerut saat pertama kali mendengarnya. Sayang sekali publikasi untuk acara ini agak kurang, akibatnya kemaren yang hadir cuman 'kalangan sendiri' alias tim pengurusnya aja plus pelayan2 yang bertugas. Padahal yang dibahas sangat asyik, menegur dan membuat kita merenung sejenak untuk kembali bijak. Berikut ini ringkasannya:

Matius 7:1-5, 12-14
Fatsal 7 tulisan Matius ini masih merupakan bagian dari Kotbah di Bukit yang dibagi dalam beberapa perikop. Dilihat dari tema-tema nya, tiap perikop di fatsal ini saling berhubungan, bisa secara paralel atau saling melengkapi.

Bahasan kali ini lebih mengenai Hal Menghakimi.

Apa itu menghakimi?
Tindakan menilai dan memutuskan berdasarkan cara pandang diri sendiri, hal ini dilakukan secara relasional (sosial), dengan orang lain sebagai sasarannya.

Hal apa yang menjadi dasar suatu penghakiman?
Bahasa sederhananya: nilai apa yang mendasari seorang hakim dalam mengambil keputusan? Untuk apa mencari apa penghakiman dilaksanakan? Jawabnya: keadilan.

Nah, sanggupkah seorang manusia bertindak adil?
Sebelum menjawab pertanyaan ini coba kita lihat apa itu "adil".

Secara sosiologi, adil berarti memperlakukan orang lain sama seperti yang kita menginginkan orang lain perbuat kepada kita.

Agar kita dapat menghakimi dengan adil, maka kita harus menggunakan ukuran yang TEPAT. Artinya, kita harus mengetahui dengan persis apa yang sedang dialami orang yang akan kita hakimi itu, meminjam istilah dalam Bahasa Inggris wearing his/her shoes. Apabila ukuran yang kita gunakan untuk menghakimi tidak tepat, maka kita telah berlaku tidak adil! Dengan kata lain, kita harus mengenal secara utuh. Pertanyaannya, bisakah kita melakukan pengenalan secara utuh?

Alasan kita TIDAK BOLEH menghakimi:

1. Kita tidak akan pernah bisa mengenal seseorang secara utuh.
Selama kita hidup, kita pun belum mengenal diri kita sendiri secara utuh, bagaimana mungkin kita bisa mengenal diri orang lain secara utuh?

2. Penghakiman bersifat subjektif.
Sebelum kita menilai (menghakimi) seseorang apakah kita selalu melakukan penelitian (cek dan ricek) terlebih dahulu?
Kesubjektifan kita akan membuat kita melihat kesalahan orang lain LEBIH BESAR daripada kesalahan diri sendiri (dalam melakukan kesalahan yang sama). Misalnya: saat kita melihat orang lain datang terlambat, kita akan menghakimi, "Huh, tidak disiplin!" sementara bila kita datang terlambat, kita bisa membela diri, "Ahh... tadi kan jalanan macet... bla.. bla.. bla..." Intinya, kesalahan orang lain susah diampuni bila dibandingkan kesalahan kita. Toleransi untuk diri sendiri besar, sementara untuk orang lain sangat kecil -bahkan tidak ada.

Ada juga yang munafik. Menggunakan standard ganda. Maksudnya, memberikan beban dan tuntutan kepada orang lain, akan tetapi dirinya terlepas/terbebas dari beban dan tuntutan yang sama. Ini jelas tidak adil!

Jadi, sebelum kita mengambil sikap menghakimi orang lain, perlu kita periksa diri terlebih dahulu, sudahkah:
1. Kita adil?
menjadi pihak yang pertama dalam melakukan kehendak diri sendiri (memberi contoh dan berinisiatif) -Matius 7:12
2. Menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan sesuai dengan teladan Yesus Kristus?
kita dinilai berdasarkan tindakan kita, demikian juga saat kita menilai seseorang, hendaklah kita menilai berdasarkan tindakan yang langsung kita rasakan (bukan yang berdasarkan omongan pihak ketiga, keempat, dst.)

Satu hal lagi yang perlu diingat, pentingnya kita mengintrospeksi diri terlebih dulu sebelum menghakimi, "Apakah saya sudah lebih baik daripada dirinya? Jangan-jangan saya lebih buruk dari dirinya??!!" Demikian pula bila kita dihakimi orang lain. Introspeksi diri. Berdiam diri dulu sebelum memberikan feedback dan merenungkan, "Apakah saya memang seperti itu? Adakah hal yang bisa saya perbaiki?" Bila ditemukan ada hal yang salah, maka lakukanlah klarifikasi. Ajak bicara secara empat mata dengan santai aja...

Sekian dulu posting seputar hal menghakimi.
Selamat berintrospeksi!

No comments: