Thursday, March 29, 2007

Sayap Semut

Barusan pulang dari pergi.

Haha. Ya mesti ya. Kalau pulang ya mesti dari pergi.
Orang itu emang aneh kalau kasi jawaban.
Itu berarti ada sesuatu hal yang tidak ingin diketahui orang lain.

Dia baru pergi dari suatu tempat yang menurutnya tidak perlu orang laen mengetahuinya.

Tadi pas antre di bank (salah satu hal yang cukup mbuat aku back to pitying myself ^^) ngeliatin semut semut yang berkeliaran di lantai.
Semut-semut itu jarang aku liat.
Jadi cukup menarik buat diobservasi.
Jumlah mereka tidak seberapa banyak.
Paling sekitar 3-5 ekor saja.
Tapi ukuran mereka yang besar dan warna mereka yang kontras dibandingkan dengan warna lantai yang terang. Hitam.
Bentuknya jarang aku liat pula.
Besar, hitam dan bersayap!

Herannya, kalau mereka bersayap mengapa mereka harus repot-repot merangkak2 di lantai?
Bukankah lebih mudah terbang daripada merangkak?
Bukankah resiko terinjak dan mati lebih kecil saat berada di udara?
Sayang sekali ndak ada orang yang isa ta tanyai.
Lebih sayang lagi aku ngga paham bahasa semut hihihi ^^
Coba kalau isa ^^ or coba ada orang yang isa ta tanyai, musti jadi be te deh hahaha (orang e sing ta tanyai, maksude hehe jadi kangen dehh :p)

Trus jadi mikir. Kenapa mereka (semut-semut itu) repot-repot merangkak?
Resikonya kan kematian.
Yah emang sih sekalipun terbang juga ngga menutup kemungkinan terhadap kematian yang menjemput.
Kenapa?

Menurut pemikiranku nih, (mungkin)
semut itu sedang mencari makan.
Kalau nggak merangkak mana bisa melihat dengan lebih teliti?
Kalau terbang terus mana bisa tahu kalau ada remah-remah makanan di lantai?
Yah gitulah.

Semut-semut itu kembali mengingatkanku pada kehidupan.
Hidup ini hanya sebentar saja.
Seperti semut, kita tak akan pernah tahu kapan saat kita kembali kepada Sang Pencipta.
Banyak hal yang bisa mengancam kita.
Resiko-resiko dalam setiap perjalanan yang kita tempuh tidaklah kecil.
Bila waktunya tiba siapkah kita?

Sudahkah kita seperti semut-semut itu tadi?
Teliti menelaah setiap celah di lantai untuk mencari makanan?
Membutuhkan dan menghargai setiap remah-remah yang tercecer?

Sudahkah kita mencari makanan rohani?
Menghargainya sekecil apapun itu?
Membutuhkannya seremeh apapun itu?

Seringkali saat mendengarkan pemberitaan firman yang sama,
aku ngerasa bosan. Sama dengan kebosanan terhadap menu makanan yang sama terus. Kembali lagi kebosanan yang membawa kepada kesombongan.
Namun biar bagaimana pun juga sekalipun makanan tersebut sudah seringkita makan, kita tetap membutuhkan supply makanan yang teratur (jika tidak ingin sakit).
Seringkali pula secara tidak sadar, menu makanan yang itu-itu terus ternyata memberikan manfaat yang besar. Yang kita tidak menyadarinya. Demikan pula halnya dengan makanan rohani. Firman Tuhan.

Kita boleh mendengarkan pemberitaan firman yang sama berulang-ulang.
Pernahkah berpikir?
Apa yang sebenarnya Tuhan ingin sampaikan dalam pemberitaan yang berulang-ulang ini?
Pernahkan memohon?
Supaya Roh Kudus menerangi dan melembutkan hati dan pikiran kita untuk bisa melihat kekayaan Firman Tuhan?

Selamat menikmati ^^

No comments: