Sunday, June 24, 2007

38 tahun lamanya

inspired by John 5:1-18

Hari itu hari Sabat.
Tidak ada yang boleh bekerja pada hari yang disebut Sabat.
Demikian menurut orang-orang Yahudi.

Adalah seorang laki-laki yang sakit.
Kondisinya lemah.
Tidak dapat berdiri.
Bergerak pun susah.
Sudah 38 tahun lamanya dia berada dalam kondisi seperti itu.
Tidak ada seorang pun yang tampaknya peduli terhadapnya.

Usianya jelas tidak bisa dibilang muda lagi.
40 tahun? 50 tahun?
Raut wajahnya menggambarkan usia yang bisa jadi lebih tua dari usia sebenarnya.
Kelelahan dalam penantian.
Kesedihan yang mendalam.
Rasa sepi yang senantiasa beserta.
Tidak ada yang peduli.
Di mana keluarganya?
Tidakkah orang itu memiliki sanak saudara?
Seorang pun tidak nampak berada di dekatnya.
Teman? Sahabat?
Orang yang peduli kepadanya?
Tak ada.

Tak seorang pun.

Sepi. Sendiri.
Dalam kelemahan.
Dalam ketidakberdayaan.

Kesembuhan hanya tinggal beberapa langkah di depannya.
Namun selalu saja ada orang lain yang mendahului mengambil kesempatan itu.
Tanpa bantuan orang lain maka mustahillah usahanya untuk mendapatkan kesembuhan itu.
Tubuhnya yang lemah tidak memungkinkan untuk melangkah.
Tenaganya yang hampir tak ada menghalangi segala usahanya untuk sembuh.

Kesalahan apakah yang sudah diperbuatnya sehingga tak ada seorang pun yang tidak peduli padanya?
Masa lalu sekelam apakah yang dia miliki?
Perkataan apa saja yang dia katakan yang sudah menyakiti hati orang sehingga tak ada seorang pun yang mau berada dekat dengannya?
Dosa sebesar apakah yang telah dilakukannya?

Sepi. Sendiri.
Dalam kelemahan.
Dalam ketidakberdayaan.

Kesepian yang menyakitkan.
Kesepian yang menjemukan.
Tiga puluh delapan tahun lamanya.

Tiada teman untuk berbagi.
Tiada saudara yang menolong.
Tiada rekan yang menopang.
Tiada siapa pun.

Dengan tidak menghiraukan kesalahan yang dia perbuat,
Atau apapun yang telah dia lakukan
Sehingga tidak ada seorang pun yang peduli padanya,
Kumelihat semangat untuk hidup

Dari mana kah datangnya kekuatan untuk tetap bertahan
Sekian lama
Bertahun-tahun
Puluhan tahun bahkan
Saat usiaku belum lagi mencapai panjangnya waktu dia sakit

Tiga puluh delapan tahun
Empat ratus lima puluh enam bulan
Tiga belas ribu enam ratus delapan puluh hari lebih
Bukan waktu yang singkat

Sanggupkah aku bertahan sekian lamanya?
Dalam sepi.
Dalam sendiri.
Namun tetap berharap.

Bertahan hidup hanya dari belas kasihan orang-orang tak dikenal.
Menerima bantuan dari orang-orang yang lalu lalang.

Kemudian tibalah hari itu.
Seorang Pria datang menghampiri pria lemah itu.
Menanyakan tentang keinginannya untuk sembuh.
Jawab pria itu bukan iya atau tidak.
Melainkan menceritakan betapa tiada orang yang menolongnya untuk sembuh.
Seberapa banyak orang yang mendahuluinya mendapatkan kesempatan untuk sembuh.
Membuatnya memasuki masa-masa penantian berikutnya.
Masih dengan harapan untuk sembuh.
Luar biasa!

Sebuah harapan yang tampaknya kosong.
Namun itulah sumber semangatnya untuk tetap bertahan hidup.

Sang Pria akhirnya menganugerahkan kesembuhan kepadanya.
Penantian itu berakhir sudah.
Kesembuhan didapatkan.

Sebuah harapan yang melahirkan semangat untuk bertahan.
Saat tak ada seorang pun yang peduli, seseorang senantiasa peduli.
Seseorang tak akan pernah berhenti memikirkan kita.

Someone cares and He always will.

Selamat berharap!


“My Father has been working until now,
and I have been working.”
John 5:17 (NKJV)

“Bapa-Ku bekerja sampai sekarang,
maka Akupun bekerja juga.”
Yohanes 5:17 (LAI, 1998)


No comments: