Friday, April 25, 2008

Keberanian Cinta

Sarapan pagi ini sup jagung menu kemaren. Makan di dalem mangkok. Anget. Nyaman buat perut di pagi hari yang sejuk. Mbuat anget di perut n mbuat gerah di badan. Hahaha. Sewaktu makan, menemukan beberapa potong tulang ayam kecil. Walau kecil tetep aja yang namanya tulang ya keras n bisa berbahaya kalau tertelan atau ditelan. Jadi dengan "lincah" potongan tulang ayam itu aku letakkan di tepi mangkok. Tapi tau sendiri apa yang terjadi kalau sesuatu diletakkan di tepi mangkok. Tergelincirlah dengan mudah! Masuk kembali ke dalam "kolam sup". Gara2 males berdiri n males membuang tulang ayam tadi ke dalem tempat sampah, so nyemplung lagi lah tulang ayam itu.

Semalem ngobrol sama Meikel sampe hampir tengah malem. Yang dibahas? Apa yang sedang kita berdua rasakan tentang gereja tercinta. Tempat kami berdua bertumbuh dan melayani. Sebenernya sudah berulang kali topik ini dibahas. Tapi seolah tiada akhirnya. Panjang dan selalu berakhir dengan perasaan sedih yang membekas di hati. Kami berdua merasa ada "sesuatu" yang terjadi dengan gereja ini. Banyak hal yang terjadi yang terasa begitu "sulit" untuk diperbaiki. Entah itu disebabkan pribadi orang-orang yang terlibat di dalamnya, entah itu disebabkan oleh hal-hal yang lain (yang engga kepikir apa itu). Sampai saat ini kami masih juga belum bisa menemukan hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki... apabila memang itu yang Tuhan mau... yeah, pada intinya memang kembali lagi kepada pertanyaan, "Apa yang Tuhan mau?"

Visi yang aku jalani saat ini agak kabur dalam pandanganku. Hati ini terasa capek. Pikiran ini penuh dengan berbagai hal. Kerinduan untuk menjadi pribadi yang lebih baik kelihatannya mulai menyusut. Lelah. Letih. Memiliki banyak keinginan namun merasa tak sanggup untuk bertahan. Tak sanggup. Tak tahan. Inikah yang dirasa saat seseorang berkata, "di ambang batas" ....?

Kemudian kuberpikir. Kumengingat. Kumerenung. Sepuluh tahun yang lalu aku tiba di Surabaya. Sepuluh tahun yang lalu pula aku mulai memasuki bangunan gereja yang lain, di kota yang lain. Dengan suasana yang lain pula. Teman-teman baru. Kebiasaan baru. Hubungan yang semakin dekat dari tahun ke tahun. Berbagai macam kegiatan yang diikuti bersama. Kemarahan dan sukacita. Kesedihan dan kemeriahan. Ada yang menangis. Ada yang merajuk. Ada yang tertawa. Ada yang cuek. Berbagai macam. Dan aku sungguh merasa diberkati di sini. Aku merasa sangat dibangun di sini. Kecintaanku makin bertambah.

Saat kita mencintai seseorang, bukankah kita akan berusaha memberikan yang terbaik?
Bukankah kita menginginkan yang terbaik saja yang terjadi? Mungkin yang terbaik menurut versi kita tidaklah membuat orang yang kita cintai merasa "nyaman". Gereja sebagai mempelai Tuhan, kekasih Tuhan... seperti apakah yang terbaik? Seperti apakah yang seharusnya terjadi?
Kenapa banyak hal yang terasa begitu "berubah"? Kenapa semakin hari semakin banyak informasi yang "tidak enak didengar" yang bermunculan?

Berulang kali kepedihan itu menyelinap di hati.
Kebingungan terhadap "entah apa yang bisa dilakukan" terus berkelebat.
Kekuatan dan pengharapan terus dimohonkan.
Pimpinan Roh Kudus yang senantiasa dijadikan sumber hikmat.

Mencintai.
Membutuhkan keberanian.
Keberanian untuk mengubah.
Keberanian untuk menyampaikan isi hati.
Keberanian untuk diubah.
Mencintai tak hanya satu arah.
Saat kita mencintai seseorang...
Kedua belah pihak haruslah menjadi semakin baik...
Secara bersamaan. Saling membangun.
Dan perubahan itu bukan hal yang selalu menyenangkan.
Bisa jadi menyakitkan.
Menyebabkan aliran air mata.
Menimbulkan sakit hati.

Ada hal-hal yang harus dibuang.
Seperti potongan tulang ayam tadi.
Apabila sudah ditemukan hal yang musti dibuang namun tidak juga dikeluarkan dengan baik dan ditempatkan pada tempat yang benar, maka akan kembali terulang. Potongan tulang ayam tadi kembali masuk ke dalam mulutku. Dan akhirnya mengulangi proses "pencarian" potongan tulang tadi. Bisa jadi luka akan tercipta. Luka yang lama terbuka lagi. Luka baru terjadi. Alangkah baiknya apabila di awal "penemuan" tulang ayam tadi langsung dibuang dengan baik dan benar. Tidak ada penundaan. Tidak ada pengalihan perhatian.

Kiranya masih ada sisa kekuatan...
Keberanian untuk mencintai masih terus ada.
Walaupun sedikit...
Walaupun hanya ada "lima roti dan dua ikan"
Walaupun hanya seorang anak kecil
Walaupun ada kebimbangan "yang ada hanya ini..."
Cuman sedikit
Namun bila dibawa kepada Yesus
Semuanya akan dicukupkan
Bahkan, melebihi dari yang sesungguhnya dibutuhkan
Melebihi bahkan dari imaji kita yang paling ekstrim sekalipun

Marilah memberanikan diri untuk mencintai!

1 comment:

Anonymous said...

Hang on there and keep doing the good work sist, you never know how those things have been blessing people around you.

Gbu.