Monday, June 02, 2008

Catatan Seorang Niko

Seorang pria. Usianya belum ada setengah baya. Yah, sekitar 30 tahunan lah. Muda. Kuat. Seorang tukang kayu. Namun pengetahuannya tidak melulu tentang kayu. Keahliannya tidak hanya membuat benda-benda dari kayu saja.

Sekian waktu yang silam, aku pernah bercakap-cakap dengan dirinya. Waktu itu aku diutus teman-teman sekelompokku. Menanyakan tentang identitas dirinya. Waktu itu adalah saat pertama kali dirinya muncul dan menimbulkan banyak kontroversi. Segala sesuatu tentang dirinya seolah begitu tidak benar, namun sekaligus juga tak dapat disangkal -itu menurutku, sih. Perkataannya agak susah dipahami. Pengajarannya kadang sukar dimengerti. -bagiku.

Yang menjadi kontroversi adalah, dia menyatakan dirinya sebagai anak Allah! Wah, wah... bagaimana mungkin seorang yang lahir di sebuah desa, dibesarkan oleh seorang tukang kayu menjadi seorang tukang kayu... adalah anak Allah???!!

Maka teman-temanku dan aku sepakat untuk mengutus beberapa orang penjaga untuk menangkapnya.

Beberapa waktu kemudian, para penjaga itu datang kepada kami. Mereka datang dengan tanpa hasil. Pria itu masih juga belum mereka bawa serta. Salah seorang temanku bertanya, " Mengapa kamu tidak membawanya?" Dan mereka menjawab, "Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!"

Mendengar jawaban para penjaga itu, teman-temanku jengkel dan mulai naik darah, "Adakah kamu juga disesatkan?" Pikirku, "Apa yang ada dalam pikiran mereka, para penjaga ini? Sudahkah mereka mulai berani menentang perintah? Ataukah... sebegitu besar kekaguman mereka terhadap pria ini, sehingga kharisma pria ini 'mencegah' para penjaga ini untuk 'mendekati'nya?"
"Tadi mereka bilang, pria ini bukan manusia... lantas apakah pria ini? Ada beberapa anggapan yang sekarang sedang beredar di tengah masyarakat yang menyatakan pria ini adalah nabi... ada juga yang bilang dia adalah seorang mesias. Hmm... yang mana yang benar? Sementara dia sendiri mengklaim dirinya sebagai anak Allah. Wuih!"

"Sementara teman-temanku semua menanggap pria ini sebagai seorang penyesat! Mereka sampai mengutuk orang-orang yang sudah 'tersesat' oleh karena pria ini. Perlukah tindakan seperti ini? Perlukah sampai kutukan diberikan?"

"Entahlah... aku sendiri masih bingung. Kembali aku teringat dengan apa yang aku percakapkan dengan pria muda ini. Aku yang adalah seorang pemimpin agama. Ternyata tidak memiliki sebuah pengetahuan yang cukup mengenai hal-hal yang mendasar. Huh! Parah, ya. Sementara sekarang ini pria yang pernah memberikan pengajaran kepadaku sekarang dipertanyakan kebenaran identitasnya. Yang mana yang benar? Bila pria ini benar anak Allah, maka pengajaran-pengajarannya tentunya tidak sesat. Namun, kenapa teman-temanku berkata sebaliknya? Bahkan, mereka ingin membunuh pria ini, karena dianggap menghujat Allah. Namun bukankah salah satu hukum menyebutkan, "Jangan membunuh."? Heran. Bingung. Di mana aku harus menempatkan diriku? Bagaimana aku harus mengungkapkan pendapatku?"

"Aku sudah mencoba mengutarakan apa yang ada di benakku, harusnya sebelum hukuman diberikan, si terhukum diberi kesempatan untuk didengarkan pendapatnya, dilakukan penyelidikan yang utuh tentang perbuatannya. Namun, apa hasilnya? Jawaban yang pedas yang kudapat, kira-kira seperti ini, "Kamu butuh belajar lagi! Baca lagi itu buku-buku hukummu." (bila aku seorang pengacara) atau seperti ini, "Tak tahukah kamu bahwa apel yang jatuh dari pohonnya akan jatuh ke bawah?" (bila aku seorang fisikawan). Cemoohanlah yang kuperoleh. Aku yang sedang bingung diperlakukan demikian. Aku merasa apa yang aku lakukan adalah benar. Namun saat semua teman-teman menentang pendapatku, aku terdiam. Bahkan setelah mereka berkata demikian, mereka membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing. Meninggalkanku dalam sakit hatiku. Meninggalkanku dalam kebingunganku."

"Yah, mungkin memang aku perlu belajar lagi. Masih banyak hal yang perlu aku ketahui. Aku perlu melakukan penyelidikan yang mendalam tentang pria ini. Bila teman-temanku tidak setuju dengan aku, maka kuharap melalui penyelidikanku aku akan menemukan fakta-fakta yang -paling tidak- akan menjawab kebingunganku. Semoga."

Aku adalah seorang Niko, Nikodemus. Seorang pemimpin agama Yahudi.
Entah kapan aku akan menemukan jawaban yang sedang aku cari ini.
Semoga aku dapat menyelesaikan penyelidikan ini dan menemukan kebenaran belaka.

"Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya. Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat." (Yohanes 19:39-40)

----------------------------------------------
Renungan malam ini ditutup dengan sebuah 'insiden' kecil. Karena bolpoint yang aku pakai macet (lagi), aku coba jurus yang emang sudah bolak-balik berhasil. Aku panasi ujung bolpoint itu dengan api. Cukup lama. Lebih lama dari biasanya. Kemudian aku 'kipat-kipat'in (bahasa indonesianya apa ya? hahahaha). Nah, ternyata perbuatanku itu membawa akibat buruk! Ujung bolpoint itu terlempar dari tempatnya yang seharusnya. Keadaan saat itu tentunya bisa pembaca bayangkan. Isi bolpoint itu muncrat ke mana-mana! Ada yang mendarat di permukaan meja makan (sykurlah taplak meja makan ada lapisan plastiknya), ada yang mendarat di buku catatanku, ada juga yang mendarat dengan sukses di lantai! Titik-titik hitam menghiasi tempatku merenung. Segera aku panik (bukan segera mengambil tindakan). Panik terlebih dahulu. Jam sudah menunjukkan bahwa hari segera berganti (engga ada hubungannya). Terus aku kepikiran untuk ambil alkohol. Akhirnya aku ambil tissue dan bersenjatakan sebotol alkohol di tangan kiri. Tangan kanan yang menggenggam tissue pun segera mengelap sebisanya. Noda-noda yang berada di permukaan meja masih bisa dihilangkan. Walau dengan tenaga yang cukup besar untuk menggosoknya. Dan masih ada juga beberapa titik yang tidak mau hilang juga. Yang di lantai bisa hilang dengan sukses. Bersih total. Namun yang di taplak ada sebuah noda yang cukup tajam. Tampak menghitam dan gosong. Setelah aku pikir-pikir ternyata itu adalah tempat di mana aku meletakkan ujung bolpiont yang panas tadi. Uh-oh. Yah noda itu tidak bisa hilang, mau gimana lagi.

Pelajaran yang kudapat dari kejadian ini adalah:
Tinta yang mendarat di permukaan yang bukan seharusnya ada kalanya susah dihilangkan, ada kalanya juga akan dengan mudah hilang bila terkena air atau terkena gesekan. Perkataan atau pengajaran yang 'mendarat' di tempat yang tidak seharusnya mungkin akan dengan mudah hilang atau dilupakan. Atau bisa jadi sebaliknya yang terjadi, perkataan itu dapat membekas dengan jelas dan menjadi tidak terlupakan -sakit hati.
Tinta yang mendarat di permukaan kertas, akan melekat dengan tepat. Dan tidak dapat dihilangkan dengan mudah (kecuali pake tip-ex atau penghapus -tapi dengan resiko merusak kertasnya). Pengajaran atau perkataan yang 'mendarat' di media yang tepat, dia akan melekat dengan baik -dan semoga membawa hasil yang baik.
Sekalipun media 'pendaratan' sudah tepat, namun bila tindakan/proses 'pendaratan' tidak tepat, maka tinta yang 'melekat' pun tidak akan menjadi sesuatu yang berarti. Seperti tetesan tinta yang melekat di halaman 743 alkitabku itu. Jadi ada 'tahi lalat'nya tuh sekarang alkitabku. Hihihihi. Tidak ada artinya.

Jadi, jangan sekali-kali melakukan hal yang tidak perlu! Hahahaha. Bisa jadi repot kayak aku. Malem-malem menjelang subuh ngelap-ngelap meja, ujung-ujung jari menghitam dengan sukses. Kuku menjadi hitam pula. Tsk tsk tsk...

No comments: